Makan malam: Aku memesan ayam goreng, tahu, tempe, ati-ampela dan soto ayam... plus dua porsi nasi. Bungkus!!! Sabar dulu... sebagian besar akan dikonsumsi pada saat sarapan :)
Sampai di rumah: Oh my Dog! Semua pesanan lengkap kubentang di atas piring. Ternyata... ternyata... ternyata potongan ayam gorengnya adalah paha! Kabar buruk, seharusnya aku tidak lalai menyebut "dada" pada saat memesan makanan tadi. Sebel b4n993Dz!!!
Sabar dulu...
Astaga... aku lupa. Bahkan saat ini, ketika aku mengutuk makanan yang tersaji di hadapanku, entah ada berapa juta orang di dunia yang belum (atau bahkan tidak) makan malam (padahal perutnya lapar). Melihat ke bawah akan membuat kita menjadi lebih tinggi. Bahagia itu hanya masalah sudut pandang, jadi sederhana kan?
Sabar dulu...
Betul... kita tidak akan pernah puas jika kita selalu melihat ke atas. Ada langit di atas langit, bahkan setelah langit ke tujuh, di luar atmosfer bumi entah sampai dimana ujung semesta. Bahagia akan lebih sederhana jika kita "menutup" mata. Keindahan wujud perlahan sirna. Prasyarat bahagia berkurang, bahagia lebih cepat datang.
Sabar dulu...
Bagaimana seandainya kita "menutup" kelima panca indera? Secara teoretis bahagia akan lebih cepat melanda. Hidup akan jauh lebih sederhana. Karena derita berawal dari nafsu. Sementara nafsu berawal dari indera.
Wah teori apaan ini? :D
Meloncat ke masa depan pada kehidupan nyata: Mari kita bersyukur atas semua yang kita miliki dari yang remeh sampai yang sepele (karena syukur atas nikmat yang besar sudah terlalu mainstream!). Sesungguhnya derita itu adalah ilusi dan bahagia itu adalah nyata :D
Selamat (makan) malam! Alhamdulillah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar