...
that is not the question
(
not related to Hamlet, Act III)
membaca artikel
Tesco Effect di situs BBC menginspirasi tulisan ini, meskipun aku sendiri sangat tidak akrab dengan
Tesco apalagi
Harris and Hoole (segera ketik di mesin pencari kesayanganmu kalo pengen tau :D)... tetapi selalu menarik buatku untuk membicarakan kopi dan
ngopi :)
meskipun dipicu oleh kebiasaan
ngopi orang Inggris (yang dikenal lebih demen
ngeteh) fokus utama tulisan ini adalah upaya rekayasa citra di mata publik oleh perusahaan besar (multinasional).
"Large global brands realise there is a generic dislike of super brands,
so they often like to appear smaller than they are to avoid negative
publicity," demikian pendapat seorang ahli yang aku kutip dari artikel tersebut di atas.
dunia bisnis global memang sangat dinamis... untunglah dahulu aku berhasil melewati mata kuliah bisnis internasional dengan sukses (gak ada hubungannya sih :D). ketika membuka gerai pertamanya di Indonesia pada tahun 1998, Carrefour mungkin tidak akan mengira bahwa belasan tahun kemudian si "anak singkong" Chairul Tanjung akan menguasai 100 % saham Carrefour Indonesia melalui anak perusahaan CT Corp, PT Trans Retail Indonesia, sejak 19 november 2012. ditengarai lilitan utang mengancam keberlangsungan bisnis Carrefour SA (pemilik merek Carrefour), sehingga mereka terpaksa menjual gerai di negara berkembang dan melakukan efisiensi perusahaan (salah satunya dengan menutup gerai). (sumber
kontan)
sepertinya heboh-heboh sampai dibawa ke sidang KPPU soal akuisisi PT Carrefour Indonesia terhadap Alfa Supermarket pada awal 2008 yang lalu tidak akan terjadi lagi. setelah 100% dimiliki oleh pemodal dalam negeri, maka Carrefour Indonesia "keluar" dari
Daftar Negatif Investasi dan berhak terjun bebas ke bisnis minimarket (bakal-lawan-tangguh bagi Alfamart dan Indomaret nih!).
nah... kalo di Indonesia, karakteristik konsumen lokal secara umum menyukai merek global (dan atau luar negeri) :) misalnya nih, lebih keren belanja dan nongkrong di emperan Circle K daripada di depan Alfamart. atau sementara makanan di McDonalds masuk dalam kategori makanan sampah (
junk food) dan negara maju seperti Amerika Serikat sudah membuktikan kemujaraban makanan sejenis ini dalam menyuburkan obesitas... di negara kita resto-cepat-saji malah jadi tempat nongkrong gaul, bahkan wisata keluarga.
atau yang ini... ribut-ribut soal boikot produk-berkait-yahudi, tetep aja ngopinya di Starbucks atau minumnya Coca-cola, nonton film Disney, dan seperti aku memakai produk komputer dengan prosesor Intel (tapi aku gak ribut-ribut soal anti-yahudi lho!). (sebagian) orang Indonesia emang gemar sekali mengikuti tren dunia (termasuk tren kebencian) dan mudah terpukau dengan kemasan asing, atau cuma bego aja!
tetapi tidak ada salahnya kita meniru sikap sebagian penggemar ngopi yang menolak "intervensi" sekecil apapun pemodal besar terhadap kafe-kafe kecil kesayangan mereka. seperti sikap penduduk Totnes (sebuah kota kecil di Inggris) yang gemar ngopi, menolak dibukanya Costa (jaringan tempat ngopi terbesar di Inggris) di kota mereka.
balik lagi ke topik semula... pada awal era globalisasi, semua hal berlomba-lomba meng-Global. titel global sepertinya menyiratkan ukuran yang besar dan kualitas baik, citra positif. kemudian tren berubah menjadi berpikir-global tetapi berlaku-lokal. ketika kita mulai sadar bahwa globalisasi mulai membunuh kebudayaan lokal. dan saat ini akhirnya sebagian dari kita mulai sadar bahwa globalisasi mungkin memiliki dampak positif tetapi juga berpotensi negatif, ketika perusahaan-perusahaan multinasional mulai menguasai perekonomian dunia dan mendikte gaya hidup kita, dan mulai terungkapnya banyak praktik bisnis kotor mereka khususnya di negara berkembang-miskin.
buat aku sendiri... alasanku enggak ngopi di Starbucks lebih karena alasan ekonomis, bukan politis. :D sebagai mantan mahasiswa HI, kajian ekonomi-politik-internasional adalah kegemaranku, jadi sedikit banyak aku mengetahui jalinan cinta kotor dunia ekonomi dan politik di bawah langit. tapi sekali lagi, pertimbangan politis tidak terlalu mempengaruhi gaya hidupku, tidak sebanyak pertimbangan ekonomis. :D aku setuju dengan pameo (entah dari siapa, aku lupa) yang mengatakan bahwa "kita harus mengisi perut dahulu sebelum mengisi kepala." bahkan para nabi pun banyak yang tunduk pada ungkapan ini :)
selain (biasanya) lebih hemat... belanja atau konsumsi produk lokal membuat selera kita tetap menjadi unik, tidak pasaran apalagi ikut-ikutan. sebenernya banyak pemilik merek luar yang memakai bahan baku produk teh dan kopi dari Indonesia. artinya kopi dan teh kita rasanya nikmat! teh walini misalnya, alhamdulillah PTPN VIII akhirnya insyaf untuk lebih giat mengusung merek lokal dan mulai menjual lebih banyak varian tehnya. atau cobain beli kopi merek Kopi Aroma (Koffie Fabriek Aroma) yang terletak di jalan banceuy.
salah satu cerita sukses merek "kecil" adalah Lenovo yang mengakusisi IBM pada 2005, (pasti sudah) menjadi inspirasi banyak produsen komputer lokal (Indonesia) untuk berinovasi demi menyediakan produk bermutu dangan harga terjangkau. (aku sendiri mengetik tulisan ini dengan menggunakan Lenovo S10-3 :D).
jadi apakah kita harus menghentikan sama sekali konsumsi atau pemakaian produk-produk keluaran perusahaan besar (atau multinasional)? tentu saja tidak :D ...berlakulah bijak! :) harus aku akui aku tidak setangguh tokoh pujaanku Mahatma Gandhi. aku tidak cukup kuat untuk melakukan perlawanan seperti yang beliau lakukan, tapi aku akan terus berusaha. menurutku, paling tidak kita bisa mulai mengurangi ketergantungan kita pada konsumsi produk tertentu.
misalnya kita bisa mulai menjauhi minuman karbonasi dan makanan cepat saji yang secara ilmiah sudah terbukti banyak merugikan kesehatan. kalo mo nimbun lemak, mending makan di warung padang! :D terus, kalo emang kebelet nongkrong... kenapa gak ngopi di warung atau kafe lokal, ada banyak tuh yang bagus dan enak di bandung, paling tidak sebagian besar uang kita masuk ke kantung pengusaha lokal. buat petualang lidah, sebenernya kekayaan kuliner tradisional Indonesia tuh sangat luar biasa, kalo berkunjung ke suatu daerah jangan lupa makan di warung kecil atau di pinggir jalan! :)
jadi... sebagai konsumen kita tidak boleh pelit kalo belanja produk lokal dan harus irit kalo beli barang bermerek global. :D sebagai pemilih, kita juga harus jeli! cermat mengamati rekam jejak para calon pemimpin. jangan mudah tertipu dengan senyuman dan janji palsu. kali ini cobain deh pilih walikota Bandung dan gubernur Jabar yang baru... yang lama kan udah jelas tuh kinerjanya buruk. lho... kok jadi ngawur? :D
selamat malam dan selamat istirahat deh! :)
maaf tengah malem ngelindur gak terstruktur...