30 Januari 2013

Jalan-jalan adalah Candu

Kereta Api kelas Ekonomi, jalan-jalan murah meriah!

"Selamat datang ke dunia nyata!" demikian pesan singkat seorang teman jauh dari Surabaya. Tepat sekali! Pelesiran atau jalan-jalan memang ibarat candu. Candu yang membawa kita ke dunia mimpi. Semua masalah hidup - tagihan, pekerjaan, tanggung jawab - sejenak terlupakan. Jalan-jalan lebih dari sekedar jalan tetapi lari, lari dari kenyataan. Jalan-jalan adalah Candu!

sedikit terbakar pada leher dan kaki
Panas matahari Surabaya tidak menyurutkan langkahku. Bagian kulit yang tidak terlindung dipastikan akan "terbakar" sinar matahari, karena memakai krim tabir surya terasa sedikit manja dan mewah buatku. Memakai baju lengan panjang atau jaket? Aneh! Sedikit bagian kulit yang terbakar tidak akan membuat kita terbunuh, aku percaya kulit kita (orang Indonesia) yang sedikit gelap justru lebih sehat daripada mereka yang berkulit putih. Tidak mau hitam? Jangan kemana-mana!

Mungkin karena aku hanya pelancong-dangkal... rasanya setiap perjalanan memang membawaku keluar dari dunia nyata. Di dalam "dunia lain" ini aku seperti mengalami halusinasi yang indah, dunia-nir-penderitaan. Penderitaan tidak sepenuhnya hilang tetapi pada "dunia lain" aku mampu memaknai penderitaan secara berbeda. Bila pun harus bernasib buruk, sepertinya aku selalu bisa menemukan hikmah positif di baliknya dan tetap bergembira. Parahnya lagi, kenikmatan ini semua efeknya sangat cepat terasa dan tahan lama.

teman-teman setia dalam perjalanan
Perlengkapan jalan-jalanku sederhana saja, aku hanya pelancong kota, bukan pendaki gunung atau alam liar. Memakai sandal jepit mungkin bukan pilihan yang bijak, tetapi cukup rasional untuk saat ini. Aku juga sepertinya memerlukan topi yang lebih lebar dan jas hujan yang lebih kuat (tetapi tetap ringan). Transportasi dan akomodasi kelas ekonomi, cukup buatku. Buku perjalanan dan peta sederhana cukup untuk memandu arah.

Mungkin para pelancong-dewasa sudah dapat menikmati semua efek-samping dari jalan-jalan dengan kaki yang tetap menapak di bumi. Atau, pelancong-dewasa lebih memaknai sebuah perjalanan sebagai sebuah proses daripada sebuah tujuan.

Baiklah... sampai saat itu tiba, saat aku bisa naik kasta menjadi pelancong-dewasa.
Selamat datang kembali di Bandung. Selamat datang kembali di dunia nyata. Semoga perjalanan lima hari kemarin dapat memberi lebih banyak makna positif dalam hidup.

2 komentar:

YoPs mengatakan...

Setuju!
Mulai sakau >.<

Apa pula lagi tu 'pelancong dangkal' - 'pelancong dewasa'?

kei mengatakan...

ehm sebenarnya "dangkal-dewasa" ini bukanlah terjemahan yang tepat :D
mudah-mudahan nanti ada waktu dan nyali buat mendefinisikan keduanya.