tulisan ini adalah prasyarat-pribadiku untuk rencana beberapa tulisan setelah ini. demi... sekali lagi demi sebuah tulisan, aku merelakan kebebasan bernafasku kepada debu-debu sejarah yang sudah terakumulasi dari tahun 1999 pada lembaran-lembaran buku Sosiologi: Suatu Pengantar karya Soerjono Soekanto. tulisan ini dikerat secara kasar dan semena-mena dari Bab IV buku tersebut. Sosiologi adalah salah satu kuliah pengantar pada awal semester di FISIP yang sangat menarik dan berkesan, buatku. meskipun secara teoretis dan untuk kepentingan analitis, masyarakat dan kebudayaan dapat dibedakan dan dipelajari secara terpisah, sosiologi dan antropologi... tapi, tak perlu kiranya menambah penderitaanku dengan kewajiban mengutip pula buku Pengantar Antropologi karya Koentjaraningrat yang tumpukan debunya tidak kalah tebal. jadi, selamat mengendus lendir-manfaat dari penderitaan-sinusku! :D
Masyarakat dan Kebudayaan adalah dwitunggal. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Jadi, masyarakat kudu memiliki kebudayaan dan kebudayaan memerlukan masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya. (hal. 187)
Kata "kebudayaan" berasal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata "buddhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal." Adapun istilah culture yang disamaartikan dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam. (hal 188)
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya meliputi kebudayaan jasmaniah, teknologi dan kebendaan yang digunakan oleh manusia. Rasa meliputi jiwa manusia, mewujud dalam kaidah-kidah dan nilai-nilai sosial. Dan cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat. Rasa dan cipta dinamakan pula kebudayaan rohaniah. (hal 189)
Super-culture berlaku bagi seluruh masyarakat. Culture(s) merupakan penjabaran dari super-culture yang mungkin didasarkan pada kekhususan daerah, golongan etnik, profesi, dan seterusnya. Sub-culture adalah kebudayan-kebudayaan khusus yang berkembang di dalam culture dan tidak bertentangan dengan kebudayaan "induk." Apabila kebudayaan khusus tadi sifatnya bertentangan, maka gejala tersebut disebut counter-culture. Counter-culture tidak selalu berarti negatif, karena mungkin kebudayaan induk dianggap kurang dapat menyerasikan diri dengan perkembangan kebutuhan. (hal 190-191)
Antropolog C. Kluckhohn menyimpulkan adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals: 1. peralatan dan perelngkapan hidup manusia; 2. mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi; 3. sistem kemasyarakatan; 4. bahasa lisan; 5. kesenian; 6. sistem pengetahuan; dan 7. religi (kei: menarik nih mengamati konsep sistem kepercayaan sebagai produk manusia :D) (hal 192-193)
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Teknologi atau kebudayaan kebendaan melindungi diri manusia terhadap lingkungan alam, memanfaatkan bahkan menguasai. Kaidah-kaidah kebudayaan mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat, atau designs for living (garis-garis atau petunjuk dalam hidup) menurut istilah Ralph Linton. Setelah dapat hidup dalam suasana damai, kebudayaan mewujud sebagai wadah ekspresi perasaan manusia, misalnya dalam kesenian. (hal 194-199)
Setiap kebudayaan memiliki sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan manapun juga:
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah-lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan. (hal 199-200)
Faktor kebudayaan merupakan salah satu pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian. Beberapa tipe kebudayaan khusus yang nyata mempengaruhi bentuk kepribadian:
1. Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
2. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan rural ways of life).
3. Kebudayaan khusus kelas sosial.
Kebudayaan khusus atas dasar agama.
5. Kebudayaan berdasarkan profesi. (hal 206-208)
Kebudayaan bersifat dinamis. Gerak kebudayaan adalah gerak manusia yang hidup di dalam masyarakat, gerak yang disebabkan oleh hubungan antar kelompok manusia di dalam masyarakat. Akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat-laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. (hal 210)
demikianlah kiranya ringkasan Bab IV dari buku Sosiologi: Suatu Pengantar karya Soerjono Soekanto dari Penerbit PT RajaGrafindo Persada, cetakan ke-28, 1999. sekilas terkenang kuliah pengantar sosiologi, bapak dosen yang super sabar dan ramah melawan kelas yang riuh... dan minat-ganjilku untuk duduk di barisan kursi depan :D terima kasih Pak Nukman untuk ilmu yang sangat bermanfaat dan nilai A-nya! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar