ini adalah judul novel, anak pertama yang dilahirkan oleh Paox Iben Mudhaffar, diterbitkan oleh Institut Rumah Arus (IRuS) pada Januari 2011. aku lupa apa judul novel lokal terakhir yang aku baca :D bukannya sombong, emang kebetulan aja tiap kali aku belanja buku yang sesuai minat (dan sesuai pagu anggaran) biasanya novel terjemahan :)
mari merunut dari halaman pertama. sialnya novel ini diberi kata pengantar oleh George Junus Aditjondro (masih inget kan dengan bapak yang satu ini dengan buku-bukunya yang sensasional)... maaf, aku tidak bermaksud merendahkan kapasitas intelektual bapak dosen yang bergelar Doktor ini :D. sial yang aku maksudkan adalah sang pengantar ini terlalu jahat "membocorkan" banyak elemen cerita yang penting dalam novel ini! meskipun, di sisi lain ada banyak juga konteks budaya yang (mungkin) sebaiknya kita (paling tidak) ketahui sebelum membaca teksnya. tapi, saranku... lebih baik melewatkan saja bagian pengantar novel ini dan membacanya kelak setelah menamatkan ceritanya :)
novel ini menurutku adalah curahan hati sang penulis yang difiksikan :) tapi bukankah semua novel adalah begitu? :D melalui karakter utama, Nuruda, sang penulis menuturkan pandangan kritisnya tentang konsep pembangunan di Indonesia secara umum dan di Pulau Lombok khususnya. tanpa basa-basi, Paox Iben bahkan tidak selalu berusaha menyamarkan nama daerah, lembaga atau tokoh asli yang dikritiknya. novel semacam ini sebelum 1998 bisa dipastikan berbuah penjara bagi penulisnya :D. menariknya adalah penerbitan novel ini mendapat dukungan (dalam bentuk yang tidak disebutkan oleh penulis) dari Pemerintah Daerah NTB, meskipun sebagian besar pesan dan kritik sosial dalam novel ini ditujukan kepada mereka :)
dalam menuturkan kisahnya, Paox Iben banyak memakai kacamata-sinis dalam memandang persoalan pembangunan di Indonesia. mengungkapkan aib bangsa pastinya bukanlah suatu hal yang membanggakan, tetapi kenyataan terkadang harus disuarakan dengan lebih lantang, karena banyak pemimpin kita yang rada rabun jauh dan atau terganggu pendengarannya. sulit atau enggan melihat kepada dan menulikan diri dari rintihan penderitaan rakyat. melalui novel ini penulis sepertinya ingin menawarkan "dunia seni" sebagai salah satu alternatif jalan keluar permasalahan bangsa. meskipun, penulis juga tidak menafikan fakta bahwa ada pula seniman yang sudah "menggadaikan" dirinya kepada penguasa dan pengusaha.
unsur cinta mendapat porsi yang lumayan besar dan berpengaruh dalam novel ini. meskipun, sekali lagi tidak luput dari kelindannya dengan kritik-kritik sosial yang ingin disampaikan oleh sang penulis. beberapa bagian cerita yang memuat cerita cinta (dan berahi) Nuruda, menurutku justru memanusiakan dan membumikannya sebagai seorang lelaki muda.
suara penulis yang lebih lugas dan konteks yang melatari penulisan novel ini dapat dibaca pada bab Prohibitus dan Ucapan Terimakasih pada bagian akhir buku ini.
secara umum... novel ini cukup menarik, menurutku. isi dan pesannya mungkin tidak terlalu berani dan unik lagi untuk jaman sekarang (pasca runtuhnya orde baru) di Indonesia. bagaimanapun, memanfaatkan karya fiksi untuk menyampaikan kritik sosial adalah cara yang menarik dan kreatif. tetapi aku suka cara tutur novel ini dan bahasa yang digunakan cukup berisi dan padat (meskipun ada juga sedikit bagian yang rada gaol dan tentu saja ada salah edit :D). tidak rugi untuk dibeli dan dimiliki :) tapi, bukan juga rekomendasi utama untuk dibaca :D
selamat pagi! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar