11 Agustus 2012

balik ke udik

malam sebelum berangkat... kemana pun tujuannya... sulit banget ya buat tidur? :D kebiasaan baik berikutnya adalah... berbenah sampai jam terakhir! dan yang terakhir, yang terbaik adalah... selalu ada yang ketinggalan di kamar :D lengkap deh menu pra-perjalananku. alih-alih tidur lebih cepat, beres-beres tas, dan ngecek bawaan aku malah... waktu luang yang menyempit emang paling nikmat :D nulis dikit deh... :)

untuk bisa mudik, kita harus punya udik. supaya kita bisa punya udik, kita harus merantau dahulu. nah kalo di negara kita tuh yang paling heboh emang mudik-lebaran! :) saking hebohnya ampe negara-pun harus turun tangan ikut campur urusan balik-ke-udik ini. tapi apa hubungan merantau dan lebaran (= Idul Fitri) ya? :D

beberapa suku bangsa di negara kita yang maha luas dan majemuk ini terkenal dengan tradisi melakukan perjalanan jauhnya. sebagian mereka yang menempuh perjalanan jauh ini (apapun motivasinya) kemudian memilih untuk bermukim di tujuan. generasi perantau ini sudah tentu memiliki ikatan batin dengan kampung halaman (udik), perantau yang lahir di tanah udik (generasi pertama) biasanya memiliki ikatan yang paling kuat. bahkan, mereka yang "terusir" dari kampung halaman pun pasti memiliki ikatan batin "khusus." tinggal nunggu momen yang pas nih buat pulang-kampung "konvensional" :D

sebelumnya... menurut KBBI, lema "mudik" adalah sebuah kata kerja yang dipakai dalam bahasa percakapan. makna pertamanya adalah "(berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman) dan kedua "pulang ke kampung halaman." (KBBI 1997). jadi, bila udik adalah hulu sungai atau awal-mula sebuah sungai atau dekat dengan sumber... maka secara sederhana kita dapat menafsirkan maknanya ke dalam konteks sosial seperti yang tercantum pada makna kedua dalam KBBI.

konon... mudik dan lebaran tuh baru kawin-mawin pada era 1970-an di negara kita ini. kata kuncinya adalah "kesenjangan." pembangunan yang terpusat di pulau jawa khususnya Jakarta membuat ibu kota menjadi megnet besar yang menarik banyak pemburu-nasib-baik dari luar daerah. dalam bahasa yang lebih umum adalah pembangunan perkotaan yang memicu urbanisasi.(sampai saat ini pulau Jawa masih jadi pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia lho!). konon (lagi) manisnya gula pembangunan turut membangun harapan akan perubahan nasib bagi rakyat yang tinggal jauh dari pusat. banyak "konon" karena kalimat-kalimat dalam paragraf ini banyak berdasarkan asumsi pribadi :D

kembali ke KBBI... udik juga bermakna "desa, dusun, kampung (lawan kota)" dan kiasan yang bermakna "kurang tahu sopan santun; canggung (kaku) tingkah lakunya; bodoh." kalo menurutku potret stereotip "udik" yang cukup gamblang dan mudah banget kita amati dalam film-film lawas trio Dono-Kasino-Indro :D

karena sentuhan fisik tidak akan (atau belum bisa) digantikan oleh apapun di dunia ini... maka perantau akan bertransformasi menjadi pemudik. pemudik yang "sehat" akan banyak membawa manfaat. misalnya, mereka yang sukses di rantau dapat berkontribusi dalam investasi atau pembangunan fisik di kampung halaman. meskipun urusan pemerataan-pembangunan tentu saja tetap menjadi tanggung jawab utama pemerintah! pembangunan yang merata diharapkan dapat mengurangi ketimpangan ekonomi pusat-daerah, bagi-bagi dong manisnya gula tuh ke daerah!

pemudik yang udik... akan pulang kampung dan riya memamerkan kesuksesannya di rantau, menanam bibit iri-dengki. mereka yang udik, ironisnya justru unjuk gaya hidup kota (apalagi dengan makin maraknya tayangan sinetron lebay di stasiun tv nasional) yang memekarkan mimpi-mimpi indah (yang sebenarnya sangat jauh dari bahagia yang sejati) di kepala sanak dan kerabat.

mudah sekali untuk menyalahkan pemerintah yang tidak pernah belajar dari pengalaman "mudik-lebaran" yang sudah berlangsung selama puluhan tahun ini. seandainya pemerintah memiliki itikad baik untuk menerapkan otonomi daerah yang lebih baik. bukan otonomi yang menciptakan "raja-raja kecil" di daerah, otonomi yang membuahkan solusi bagi kesejahteraan masyarakat daerah bukan yang membuahkan korupsi yang malah menambah penderitaan rakyat.

fenomena mudik-lebaran mungkin juga akan terus dipelihara dan dirawat dengan baik karena menyimpan banyag peluang ekonomis. perhatikan harga bahan-bahan pokok yang melonjak drastis selama Ramadhan dan awal Syawal! bahkan tanpa bantuan calo tiket, tarif angkutan sudah dipastikan di atas harga normal. dan masih banyak lagi potensi keuntungan yang dapat diperas dari padatnya arus mudik.

ramainya arus mudik (dan balik) membuat kemacetan di jalur lintas. ratusan orang meninggal karena kecelakaan lalu-lintas pada saat mudik, sebagian besar adalah pengendara sepeda motor. menurunnya kinerja pegawai pasca lebaran, salah satunya disebabkan oleh kelelahan perjalanan mudik. besarnya beban ekonomi dan sosial pada musim mudik-lebaran tetap tidak menyurutkan minat untuk berpartisipasi dalam fenomena musiman ini.

oke... kayaknya cukup sudah berbicara dengan tangan dan menepuk air di dulangnya :D tetep aja aku ikut arus mudik tiap tahun.

munafik... tiap tahun kita mendengar orang-orang yang bersenandung merindukan Ramadhan, kemudian bersenandung mengharapkan izin dari Allah untuk bertemu Ramadhan berikutnya... tetapi bahkan sebelum Ramadhan (sebagian dari) kita (termasuk aku) sudah menyiapkan lebaran. dan bahkan sebelum Ramadhan berakhir, orang-orang lebih sibuk menyiapkan Hari Raya daripada mengais pahala.

udah ah curhatnya... seperti biasa, ngomong doang mah gampang! :D
sampai jumpa di udik ya!...

Tidak ada komentar: