24 Februari 2013

akhir pekan berkesan: SKK

maafkan aku wahai sidang pembaca... karena alasan etis tertentu, aku tidak bisa berbagi terlalu rinci dalam tulisan ini.

Alhamdulillah... aku baru saja mengalami salah satu momen penting yang tidak akan terlupakan seumur hidup. Meskipun tidak dapat bercerita dengan lebih rinci, aku memerlukan tulisan ini untuk menandai dua hari yang sangat berkesan di akhir pekan paling ujung dari bulan februari 2013. Suatu hari... Insya Allah... bertahun-tahun kemudian, aku akan membaca kembali tulisan ini dan bersyukur sekali lagi kepada Tuhan atas kesempatan yang telah Dia berikan.

Mudah-mudahan setelah hari ini aku dapat lebih bijaksana dalam memanfaatkan waktu luangku yang berlimpah. Amin.

Terima kasih banyak HH-S dan AS-S! Mari kita tunggu dan lihat bersama... apa yang akan terjadi dalam kurun waktu lima tahun dari sekarang!

20 Februari 2013

kuliner seminggu ini di Bandung

sembari mengisi waktu luang yang berlimpah di sela-sela waktu makan dan tidur... tentu saja tambah satu alasan lagi untuk menunda pekrjaan yang lebih penting. hidup prokrastinasi!

Ini adalah daftar singkat (seingatku) yang merangkum pengalaman bersantap di Kota Bandung dalam seminggu ini, tentu saja tulisan ini tidak akan memuat tempat-tempat makan yang biasa aku kunjungi. Tiga kali makan siang dengan tiga orang yang berbeda...

Kedai Es Krim di Jalan Sulanjana nomor 30
Jalan Sulanjana adalah salah satu jalan pendek di dalam kota. Jalan ini menghubungkan Jalan Tamansari dan Jalan Ir. H. Juanda (atau Dago) dengan panjang sekitar 350 meter. Meskipun relatif pendek, jalan ini "dipadati" oleh cukup banyak bangunan komersil. Pada kesempatan lain aku akan membahas lebih rinci seputar jalan ini.


Di Jalan Sulanjana nomor 30 kita akan menemukan tempat makan yang sederhana, dibandingkan dengan tempat makan di sebelahnya. Daftar makanan dan minuman yang ditawarkan menurutku tidak cukup banyak, tetapi lumayan bervariasi. Menu pilihanku kali ini adalah es krim.

Aku bukan penggemar berat es krim, tetapi es krim yang ditawarkan di sini diklaim sebagai es krim buatan rumah (sayangnya aku lupa nama mereknya). Selain menjanjikan pengalaman rasa yang unik, harganya pun tidak terlalu mahal (sebenarnya harga adalah pertimbangan utamaku). Di dalam daftar menunya, harga termahal yang tercantum adalah Rp.12.000,00 saja, cukup murah kan?

Aku memesan Brownies Ice Cream sebagai hidangan penutup (setelah Lomie yang rasanya lumayan juga) dengan harga Rp.10.000,00 per porsi. Menu ini terdiri dari sepotong brownies dengan dua scoop es krim di atasnya dan disiram dengan saus coklat ditambah taburan butiran coklat. Rasanya? Sebagai bukan-penggemar-berat-es-krim, aku harus mengatakan bahwa rasa menu ini melebihi ekpektasiku. Enak! Pada kesempatan lain aku sudah merencanakan untuk memesan Banana Split dan atau es krim gorengnya.

Aku pribadi sangat merekomendasikan untuk menikmati es krim di kedai ini (Sulanjana 30)!

Dim Sum enak dan Bakmi biasa di Kantin Tong Tong Baltos
Menyusuri ke arah barat dari Sulanjana kemudian berbelok ke utara, kita akan menemukan Balubur Town Square (Baltos) di Tamansari tepat sebelum lampu merah. Sama seperti pusat perbelanjaan modern lainnya, Baltos juga menawarkan banyak pilihan tempat makan... salah satunya adalah Kantin Tong Tong (entah apa hubungannya dengan Pasar Tong Tong di kawasan Cihampelas Walk, Ciwalk).

Sekali lagi pertimbangan utama untuk mencoba makan siang di sini adalah rayuan harganya yang "konon" murah. Setelah menyimak daftar menu dengan seksama... untuk ukuran makan di pusat belanja modern ditambah dengan fasilitas wifi-nya menurutku harga yang ditawarkan cukup rasional, murah. Dengan selembar uang dua puluh ribuan, kita sudah bisa menikmati makan siang plus minum dan gratis berselancar di dunia maya (buat yang sungguh-sungguh ingin memaksimalkan uangnya!)

Menu yang pertama kali aku nikmati di Kantin ini adalah paket makan siang yang tersiri dari Bakmi Nyam-nyam dan Teh Botol. Aku penggemar berat Mi! Aku lupa label harga paket makan siang ini... lebih dari lima belas ribu kalau tidak keliru. Rasanya?... Sebagai penggemar mi, menurutku masih ada penjual bakmi atau mi goreng yang lebih enak di sekitar Baltos dengan harga yang lebih murah. Rasanya biasa!

Sedikit kecewa dengan bakmi, aku kembali memesan tahu-isi goreng dan segelas kopi hitam. Temanku iseng memesan dim sum dan minuman soda dingin. Ternyata... tahu gorengnya lebih mengecewakan, masalahnya tidak terbenam di rasanya, tetapi kulit luarnya yang keras dan sulit-digigit. Kopi hitamnya juga terasa dangkal... entah jenis kopi bubuk yang salah, entah takarannya yang kurang.

Kejutan menariknya dari makan siang yang kelamaan dan terjerumus menjadi makan sore ini adalah dim sum yang dipesan oleh temanku. Temanku memesan dim sum (lupa namanya) yang di dalamnya tersembunyi seekor udang. Ternyata di akhir sesi makan siang yang molor ini aku beruntung dapat menikmati dim sum yang cukup enak. Aku lupa harganya, sepuluh atau lima belas ribu untuk tiga (atau empat ya? lupa juga) ekor udang yang bersembunyi di dalam selaput tipis.

Jadi, sepertinya cukup aman untuk menyatakan bahwa menu Dim Sum di Kantin Tong Tong, enak!

Ketan Bakar gosong di The Kiosk Dago
The Kiosk adalah salah satu pusat jajanan yang memiliki cukup banyak cabang di Bandung, di antaranya berlokasi di Ciwalk dan Baltos. Pusat jajanan ini menghimpun beberapa "merek" makanan yang sudah terkenal kedalam satu tempat. The Kiosk terakhir yang aku kunjungi adalah cabang yang terletak di Dago (pun tidak jauh dari Sulanjana).

Tidak sulit untuk mendapatkan predikat enak dari lidahku. Sederhananya aku hampir tidak pernah menolak makanan apapun yang ditawarkan kepadaku, apalagi makanan gratis.

Hampir semua kios yang mengisi The Kiosk menawarkan sajian kuliner yang bener-bener bisa bikin ngiler. Siang itu aku ngiler melihat pilihan menu ketan bakar (setelah menyantap iga bakar yang istimewa rasanya). Harganya Rp.6.500,00 per butirnya, lebih dari dua kali lipat harga eceran di pinggir jalan atau bawah jalan layang yang sekitar tiga ribuan saja (atau lebih murah). Apakah rasanya dua kali lipat lebih enak?

Menurutku... ketan bakar yang tetap aku habiskan (meskipun aku kritik rasanya) kemarin itu rasanya tidak memenuhi pengharapanku dari harganya yang dua kali lipat lebih mahal dari ketan bakar yang biasa aku beli. Untuk harga enam ribu lima ratus perak, aku mengharapkan paling tidak rasanya cukup enak dan nyaman di lidah... tetapi aku harus menelan rasa kecewa bersama ketan yang dibakar terlalu gosong dan saus kacang (atau oncom ya?) yang rasanya juga kurang pas.

Jadi, buat kamu yang berminat bersantap ria di The Kiosk Dago... aku tidak menyarankan untuk memesan ketan bakarnya! Atau mungkin... aku saja yang sedang sial.

Sekianlah cerita singkat jelajah lidahku di Bandung dalam seminggu terakhir. Ingatlah bahwa bumbu yang paling sedap adalah rasa lapar! Dan apapun yang terjadi, terima kasih Tuhan atas kesempatan untuk menikmati makanan yang telah Kau berikan kepada kami.

Selamat menikmati hidup!

18 Februari 2013

Alfamart versus Indomaret: Edisi Gubeng

Masih soal perang dua raja minimarket lokal... Maaf sekali wahai sidang pembaca jika topik ini membosankan.

Di Stasiun Gubeng, kita dapat menemukan Alfamart dan Indomaret jika kita memasuki stasiun dari arah Jalan Gubeng Masjid. Menghadap ke pintu masuk peron (dari luar), Alfamart ada di sisi kiri jauh setelah deretan loket tiket dan Indomaret dibuka di sisi kanan jauh ke arah toilet dan pintu keluar peron.

Tampilan fisik kedua minimarket ini tidak terlalu istimewa, standar gerai keduanya. Meskipun lupa detailnya, sepertinya kedua gerai ini juga beroperasi pada jam dan durasi yang sama. Singkatnya, kedua gerai menawarkan barang dagangan yang serupa dengan harga normal (maksudku tidak menjadi lebih mahal meskipun letaknya strategis) dan program-program promo yang berlaku nasional (sama dengan semua gerai mereka di seluruh penjuru negeri).

Tetapi jika harus menilai... sekali lagi Alfamart adalah pemenangnya!
Meskipun ini hanyalah penilaian subyektif yang hanya dibuat berdasarkan satu kali pengalaman belanja... sekali lagi aku mendapatkan kesan bahwa para pegawai di Alfamart lebih ramah daripada di Indomaret. Selain itu, sistem kasir yang lebih modern (dengan layar sentuh yang cukup lebar dan menghadap ke arah pelanggan)... Alfamart jauh lebih unggul daripada Indomaret, khususnya pada kedua gerai yang beroperasi di Stasiun Gubeng.

Menurutku pihak Indomaret harus memberi perhatian lebih pada peningkatan kualitas pelayanannya, khususnya pada sektor SDM yang bekerja di lini depan toko. Pada beberapa kali pengalaman acakku berbelanja, secara umum aku merasakan bahwa para panjaga toko Alfamart lebih ramah daripada di Indomaret. Selain itu, Indomaret juga mungkin harus mengganti juga mesin kasirnya dengan yang lebih modern. Mesin kasir memang tugas utamanya adalah menghitung jumlah belanjaan, sederhana saja. Tetapi, mesin kasir yang lebih bagus (paling tidak secara fisik, misalnya dengan tampilan daftar belanja yang jelas pada monitor yang cukup terbaca oleh pelanggan) dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan.

Aku bukan ahli ekonomi atau bisnis... hanya seorang laki-laki sederhana yang gemar berjalan kaki. Jika suatu saat kamu, seperti aku, tersesat atau tersasar di Stasiun Gubeng dan ingin membeli makanan/minuman ringan atau belanja eceran lainnya... Aku sarankan untuk berbelanja di Alfamart.

Sekali lagi, Alfamart menang tipis 1-0 dari Indomaret di Stasiun Gubeng.

update: aku kembali lagi lho pada tahun 2015, baca di sini

15 Februari 2013

selingan: XXX dan 69

Tulisan ini banyak mengandung konten "dewasa"... bukan untuk mereka yang berhati bersih atau berniat membersihkan hati.

Kalimat-kalimat di bawah ini adalah kompilasi dari sebuah akun dewasa yang "tidak sengaja" aku baca. Kalimat-kalimat yang sangat menusuk... atau menggelitik... atau keduanya.

If you bite my lip or neck. You better start taking your f**king clothes off, just saying.
Wine, dine, & sixty nine.
Early morning sex has been proven to be more effective than coffee.
Nobody cleans a house faster than a guy expecting sex.
Man are born between a woman's leg and spend the rest of their lives trying to get back between them... why? Because there's no place like home!
Real men like curves, only dogs go for bones.
dan masih banyak lagi....

Aku selalu berusaha untuk bersikap jujur dan terbuka dalam banyak hal... Paling tidak ada satu kalimat di atas yang diamini oleh khususnya kaum adam, termasuk aku. Tulisan ini juga dipastikan akan menerbitkan persepsi dan atau penafsiran negatif terhadapku. Tidak masalah.

Selamat malam! Selamat mimpi indah!

14 Februari 2013

Masjid Muhammad Cheng Hoo

Untuk sementara... foto-foto seputar Masjid Muhammad Cheng Hoo.
Ceritanya akan diedit belakangan.





mimbar masjid


langit-langit kubah berbentuk oktagon







replika kapal Cheng Hoo


12 Februari 2013

Monumen Tugu Pahlawan Bagian 2

Pada tulisan bagian kedua ini aku akan menampilkan beberapa foto dengan keterangan yang menyertainya.

Di bawah ini adalah beberapa koleksi senjata rampasan pejuang Arek-arek Suroboyo dari tangan Tentara Sekutu dalam Pertempuran 10 November 1945. Koleksi-koleksi senjata ini merupakan sumbangan yang berasal dari Kodam V Brawijaya.

 
Meriam PSU 40 mm tipe L 60 BOFORS (STD)
Mortir 120 mm tipe M 52
Panser Brend Carrier tipe MK - II (STD)
Jika kita memasuki kawasan Montupa dan bergerak menyusuri tepian lapangan searah jarum jam, maka kita akan menemui beberapa patung di bawah ini secara berurutan. Patung - patung ini terdapat pada sisi barat lapangan Montupa.

Gubernur Soerjo
Gubernur Soerjo adalah gubernur pertama Jawa Timur pada 1945. Beliau ikut menolak kedatangan Sekutu dan menolak ultimatum Sekutu pada tanggal 9 November 1945 jam 21:00 melalui pidatonya, yang pada intinya menyerukan agar Rakyat Surabaya bertahan sampai titik darah penghabisan.
Pada Taman Apsari (Kroesen Park) yang terletak di seberang Gedung Grahadi (rumah dinas gubernur) juga terdapat sebuah patung Gubernur Soerjo.


Doel Arnowo
Doel Arnowo adalah ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) untuk Surabaya yang kemudian pada tahun 1950 beliau menjabat sebagai Walikota Surabaya.
Salah satu pendapat menyatakan bahwa Doel Arnowo yang saat itu adalah Kepala Daerah Kota Besar Surabaya adalah pemrakarsa pembangunan Montupa. Sementara pendapat lain menyatakan bahwa pemrakarsa pembangunan adalah Bung Karno.


Bung Tomo
Bung Tomo dengan nama asli Sutomo, beliau merupakan penerus Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) yang kemudian mendirikan sebuah radio pemberontakan di Jalan Mawar Surabaya. Beliau adalah tokoh menonjol dalam Pertempuran Surabaya melalui pidatonya yang berkobar-kobar memberikan semangat kepada Arek-arek Suroboyo.
Di dalam museum, kita masih dapat mendengarkan rekaman pidato Bung Tomo.
 
Setelah patung Bung Tomo maka kita akan mendekati pintu masuk Museum Perjuangan 10 November. Jika kita meneruskan perjalanan keliling lapangan tanpa memasuki museum (masih searah jarum jam), maka kita akan menemui deretan patung lagi pada sisi timur kawasan Montupa. Inilah foto-fotonya.


R. Muhammad
R. Muhammad adalah salah satu mantan perwira Pembela Tanah Air (PETA) Karesidenan Surabaya yang turut dalam perundingan dengan Brigadir Jenderal Mallaby dan sebagai wakil yang berdiplomasi di Gedung Internatio pada tanggal 26 Oktober 1945 di Jalan Jayengrono.


Mayjen Soengkono
Mayjen Soengkono adalah Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR) Kota yang bermarkas di Jalan Pregolan nomor 4 Surabaya. Beliau adalah tokoh yang memimpin pelbagai serangan terhadap Jepang maupun Sekutu.


R. Sudirman
Pada tahun 1945 Residen Sudirman adalah Kepala Karesidenan Surabaya yang turut dalam perundingan dengan Brigadir Jenderal Mallaby di Gedung Internatio.

Ribuan pejuang gugur dan rakyat sipil menjadi korban pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya. Tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan di negara kita Republik Indonesia.

Para pejuang dan rakyat sipil dahulu bahu-membahu berjuang tanpa pamrih membela kedaulatan bangsa dan negara. Aku terharu...
Semangat rela berkorban untuk kepentingan bersama ini sepertinya adalah barang yang sangat mahal dan langka di Indonesia sekarang. Aku malu...

Monumen Tugu Pahlawan

Monumen Tugu Pahlawan (Montupa) adalah tempat pertama yang aku kunjungi dalam perjalanan ke Surabaya, Januari 2013. Tugu Pahlawan berbentuk lingga atau paku terbalik ini dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November 1945, sebuah peristiwa bersejarah bagi kita semua rakyat Indonesia. Kawasan Montupa diapit oleh Jalan Tembaan (sisi selatan), Jalan Pahlawan (sisi timur, seberang Kantor Gubernur Jawa Timur), Bank Indonesia dan Jalan Kebonrojo (sisi utara) serta Jalan Bubutan (sisi barat).

Montupa dari sisi selatan, Jalan Tembaan
Montupa terletak di tengah kota tepatnya di Jalan Tembaan (sisi selatan monumen). Pintu gerbang Montupa dibuat seperti pintu gerbang Candi Bentar (dapat dilihat pada foto di samping). Sisi selatan Montupa adalah sisi pintu masuk bagi pengunjung, disediakan juga lapangan parkir yang cukup luas bagi yang membawa kendaraan.


Patung Bung Karno dan Bung Hatta


Jika kita berjalan lurus dari pintu gerbang menuju arah utara, maka objek berikutnya yang akan kita lihat adalah patung dwi-tunggal Proklamator kita, Bung Karno dan Bung Hatta, dengan latar
reruntuhan pilar-pilar. Sebelum menginjakkan kaki ke anak tangga, luangkan waktu sejenak untuk menikmati kotak-kotak relief yang berada di sisi kiri-kanan pintu masuk ini. Relief-relief ini menceritakan beberapa peristiwa sejarah yang penting khususnya yang terkait peristiwa Pertempuran 10 November 1945.


Tugu Pahlawan

Objek berikutnya adalah Tugu Pahlawan. Badan tugu ini terdiri dari 10 lengkungan dan 11 ruas (melambangkan tanggal 11 November). Sementara, sesuai plakat di sisi timur tugu, tingginya adalah 41.15 meter (sekitar 45 yard, melambangkan tahun 1945) dengan diamater 1,3 meter dan diameter bawah 3,1 meter. Tugu ini sendiri diresmikan oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1952. Di antara pintu masuk (patung Proklamator) dan tugu terbentang halaman yang cukup luas. Tetapi, sisi kiri dan kanan halaman terdapat cukup banyak pohon peneduh dan beberapa patung pahlawan. Memasuki kawasan monumen ini tidak dipungut biaya.

Pengunjung yang kepanasan dapat berjalan menyusuri tepian lapangan yang teduh sambil menikmati beberapa objek peraga yang cukup menarik juga. Pada beberapa titik juga disedikan tempat duduk di bawah naungan pohon yang rindang.

Makam Pahlawan Tak Dikenal
Setelah tugu, objek berikutnya adalah Makam Pahlawan Tak Dikenal, sebuah pusara tanpa nama bagi banyak pahlawan yang telah gugur berjuang tanpa pamrih saat membela bangsa dan negara. Sepertinya, di sekeliling tugu pada saat tertentu (atau niatnya dahulu) digenangi air yang dangkal dan dilengkapi tapakan untuk berjalan menuju Makam Pahlawan Tak Dikenal ini. Bangunan pada latar belakang adalah puncak piramida yang merupakan atap dari Museum Perjuangan 10 November yang diresmikan pada tanggal 19 Februari 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Bangunan museum sengaja "dibenamkam" karena tidak ingin menyaingi kemegahan tugu. Untuk menikmati koleksi Museum kita harus membayar tiket masuk seharga Rp. 5.000,00.

Pada tulisan berikutnya cerita tentang Montupa dan Museum masih akan berlanjut...

p.s. : beberapa tempat menarik yang berada di dekat kawasan Montupa
- di seberang jalan dari gerbang terdapat makam Mbah Tembaan (makanya nama jalannya adalah Jalan Tembaan), aku menemukannya secara tidak sengaja karena makamnya tidak terlalu mencolok bila dilihat secara sekilas.
- beberapa bangunan tua terdapat di sekitar Montupa (dengan akses jalan kaki). pertama adalah Gedung Gubernur Jawa Timur (Jalan Pahlawan no. 110) yang berada di seberang jalan sisi timur dari kawasan Montupa. Bangunan ini resmi dibuka pada 10 Desember 1931 sebagai Kantor Gubernur dan Kantor Karesidenan Surabaya.
- teruskan berjalan kaki menyusuri Jalan Pahlawan menuju arah utara, kemudian belok kiri menyusuri Jalan Kebonrojo. Di jalan ini kita akan menemukan Gedung Kantor Pos Kebonrojo yang pada tahun 1881 digunakan sebagai tempat tinggal Bupati Karesidenan Surabaya.
- dari depan Kantor Pos, teruskan berjalan kaki sedikit ke arah barat kemudian kita belok kanan menuju Jalan Kepanjen. Di jalan ini kita dapat melihat sebuah gereja tua, Gereja Kepanjen atau Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria.
- jika dari Jalan Pahlawan kita meneruskan berjalan kaki ke arah utara, sedikit agak jauh, kita dapat melihat Markas Polwiltabes Surabaya yang dibangun sekitar tahun 1850. sejak dahulu bangunan ini berfungsi sebagai markas polisi dan konon dari bangunan ini terdapat terowongan bawah tanah yang menghubungkannya dengan Penjara Kalisosok (penjara yang saat ini tidak berfungsi lagi).
- jika dari Jalan Tembaan kita meneruskan berjalan kaki ke arah barat, maka kita dapat melihat Pusat Belanja Pasar Turi. Pasar ini sering mengalami kebakaran maka sebagian pedagang pindah ke Pusat Grosir Surabaya yang dibangun tidak jauh dari situ.
- setelah melewati Pasar Turi, kita dapat belok kiri menuju ke Jalan Semarang, di jalan ini terdapat Stasiun Kereta Api Pasar Turi. Beberapa meter lagi ke arah selatan kita dapat menemukan sentra penjualan buku bekas, salah satu destinasi wajib buat kolektor buku tua.

beberapa penginapan murah di bandung

hasil jalan-jalan hari ini, senin 11 februari 2013...

Dunia maya menyediakan berton-ton informasi, terlalu banyak! Hati-hati... karena sebagian besar informasi ini mungkin kita dapatkan secara "gratis" (mengunduh secara gratis, hanya membayar biaya koneksi dan energi listrik) tetapi berpotensi "mahal."

Kita seringkali terjebak dengan menghabiskan banyak waktu untuk membaca atau mengunduh informasi yang tidak atau kurang relevan dengan yang kita butuhkan. Yang paling parah adalah informasi yang kita dapatkan secara daring tidak selalu bisa diandalkan keakuratannya. Kita semua tentu ingin menghindari pembuatan keputusan yang dilandaskan oleh informasi (atau data) yang tidak akurat.

Jadilah... hari ini aku mengorbankan sedikit jam tidur siangku untuk melakukan verifikasi lapangan terhadap informasi beberapa penginapan murah di Bandung. Verifikasi lapangan ini aku lakukan setelah melakukan saringan yang cukup ketat sesuai kriteria penginapan yang aku inginkan. Secara umum hasilnya adalah... seperti yang sudah aku duga sebelumnya, banyak informasi penginapan murah di Bandung yang beredar di dunia maya adalah kurang akurat!

Penginapan pertama yang aku kunjungi adalah Wisma PMI Jawa Barat di Jl. Ir. H. Juanda (atau Dago) no. 426A Bandung 40135. Nomor telefon yang bisa dihubungi adalah (022) 2510092 dan faksimili pada (022) 2500095. Ada dua tipe kamar yang ditawarkan, perbedaannya adalah kamar yang lebih mahal menyediakan air panas dan wc-duduk (dan kloset-jongkok juga), sedangkan kamar yang lebih murah hanya kloset-jongkok dan tanpa pemanas air. Kedua tipe kamar sama-sama menyediakan dua single-bed dan kamar mandi di dalam, serta disediakan makanan ringan buat sarapan.

Tarif kamar yang lebih mahal adalah Rp. 165.000,00/malam (weekday) dan Rp. 185.000,00/malam (weekend). Sementara, tarif kamar yang kedua adalah Rp. 145.000,00/malam (weekday) dan Rp. 165.000,00/malam (weekend). "Batas" weekend adalah menginap pada jumat malam dan atau sabtu malam, selain waktu tersebut masuk pada kategori tarif weekday. Sesuai dengan tulisan pada meja penerima tamu, maka untuk menginap di wisma ini tamu wajib membayar di muka.

Penilaianku secara umum terhadap wisma ini adalah positif... paling tidak tarif yang ditawarkan sangat rasional. Wisma ini terletak di pinggir jalan yang strategis, sangat praktis untuk pelancong yang kemana-mana naik angkutan umum. Meskipun demikian, suasana nyaman dan adem khas kawasan Dago atas cukup terasa. Sepertinya kita tidak memerlukan kipas angin atau penyejuk udara di wisma ini.

Tujuan berikutnya adalah Wisma Wanita di Jl. L.L.R.E Martadinata (atau Riau) no. 84, Bandung 40114. Nomor telefon yang bisa dihubungi adalah (022) 4209531. Ada dua tipe kamar yang ditawarkan di wisma ini, VIP dan Standard. Kawasan di sekitar Jalan Riau ini terkenal sebagai salah satu pusat belanja sandang, khususnya bagi para penggemar belanja di Factory Outlet.


Kamar VIP bertarif Rp. 350.000,00/malam dengan fasilitas satu large bed, televisi, penyejuk udara dan kamar mandi dengan air panas. Sementara kamar standard bertarif Rp. 300.000/malam dengan fasilitas empat (single?) bed, televisi, kipas angin dan kamar mandi dengan air panas. Maaf, aku lupa menanyakan apakah ada sarapan yang disediakan.

Secara umum, menurutku pilihan yang paling rasional adalah kamar standard, dengan asumsi menginap bersama empat orang dalam satu kamar. Kawasan Jalan Riau memang tidak sedingin daerah Dago atas, tetapi cukup dekat dengan Jalan Merdeka dan Dago, dapat ditempuh dengan satu kali (maksimal dua kali) naik angkutan kota.

Penginapan berikutnya masih terletak di jalan yang sama... Wisma R Soemarto di Jl. R.E. Martadinata (atau Riau) no. 197, Bandung 40114. Nomor telefon yang bisa dihubungi adalah (022) 7207505. Ada beberapa tipe kamar yang disediakan di wisma ini, yang paling murah adalah tipe kamar dengan satu tempat tidur besar dengan tarif Rp. 120.000,00 malam. Tipe kamar yang lain bertarif lebih mahal tetapi menyediakan tempat tidur yang lebih banyak, cenderung bertipe barak... maklum wisma tentara. Maaf aku lupa mencatat daftar tarif kamar-kamar yang lain.

Yang menarik dari wisma ini adalah tarif yang ditawarkan sebenarnya bersifat fleksibel alias dapat ditawar, pengurusnya langsung menawarkan begitu kepadaku tanpa diminta. Menarik karena untuk wisma yang lain aku harus bertanya dahulu ketika ingin meminta diskon (tidak ada diskon di Wisma PMI dan diskon "gak niat" di Wisma Wanita). Hal menarik lainnya, yang sedikit membingungkan sebenarnya, adalah jika ingin menemui secara langsung pengurus wisma ini kita harus "masuk" lewat pintu belakang. Jadi, kita harus masuk melalui bagian belakang dari bangunan terdepan... bingung ya? Sama!

Dari ketiga wisma yang aku kunjungi hari ini, maka Wisma R Soemarto ini adalah wisma yang paling ekonomis, meskipun bangunannya juga adalah yang paling sederhana. Kesan yang aku dapat dari perbincangan singkat dengan pengurus wisma, sepertinya jika kita memesan kamar yang cukup banyak dan atau menginap cukup lama... tarif yang ditawarkan semula masih dapat ditawar dengan sopan. Suasana wisma juga cukup adem dan nyaman oleh pepohonan rindang, meskipun terletak di pinggir Jalan Riau yang sebenarnya tidak terlalu dingin.

Saranku secara umum dalam menawar tarif wisma-wisma ini, khususnya Wisma R Soemarto adalah dengan menjaga gaya berpakaian yang sederhana... lebih baik lagi jika terlihat seperti mahasiswa. Sepertinya penjaga wisma lebih lunak terhadap mahasiswa, apalagi mahasiswa kurus yang tampak tak terurus tapi tampang lurus. Buat yang sok gaul atau kaya, hampir mustahil mendapatkan diskon.

Sebenarnya masih banyak lagi penginapan tipe wisma yang ada di Kota Bandung yang menurutku menawarkan tempat singgah yang cukup nyaman dengan tarif yang rasional, mudah-mudahan pada lain waktu aku dapat berbagi informasinya. Catatan lain, sekali lagi aku harus menegaskan jika informasi ini aku dapatkan melalui kunjungan langsung pada Senin 11 Februari 2013. Untuk informasi tarif terbaru dapat menghubungi nomor-nomor telefon tersebut di atas.

Demikianlah hasil verifikasi lapangan yang sudah aku lakukan hari ini. Mudah-mudahan informasi mengenai penginapan murah di Kota Bandung ini dapat bermanfaat. Satu lagi... pada momen liburan panjang (misalnya long-weekend) sebaiknya melakukan reservasi jauh sebelum hari-H.

nb: Saat aku kunjungi pada hari ini, 11-02-2013, ternyata Rumah Bandung Inn di Jl. Surapati no. 37 sudah tidak beroperasi lagi (atau mungkin juga hanya untuk sementara). Jadi, untuk saat ini kita tidak perlu repot-repot menghubungi nomor telefonnya yang (022) 2508016. Sangat disayangkan, karena menurutku losmen ini posisinya sangat strategis dekat dengan Lapangan Gasibu dan Gednung Sate.

01 Februari 2013

Bersama KA Pasundan (Kiaracondong - Gubeng)

Sebaiknya aku memulai kisah perjalananku dari sini... Stasiun Kiaracondong (KAC) dengan Kereta Api Pasundan (KAP). Ini adalah pengalaman pertamaku menumpang kereta api kelas ekonomi.

mengejar matahari
Kereta yang aku tumpangi berangkat tepat waktu, beberapa menit lewat dari jam enam pagi. Tetapi, tiba sekitar tengah malam di Stasiun Gubeng (SGU)... ingkar janji dari jadwal tiba resmi yang tercantum di tiket, 23:10. Sudah biasa.

Saat ini kita dapat memesan tiket kereta api semua kelas (ekonomi, bisnis, dan eksekutif) mulai dari 90 hari sebelum keberangkatan. Kita dapat memesan secara daring atau melalui saluran eksternal yang sudah ditentukan oleh PT KAI atau memesan secara konvensional di stasiun. Setelah melakukan pembayaran (secara daring atau melalui saluran eksternal) kita dapat menukarkan kode-pesanan pada stasiun yang ditunjuk paling lambat satu jam sebelum keberangkatan.

Untuk kita yang di Bandung, penukaran tiket kelas ekonomi dapat dilakukan di Stasiun Kiaracondong. Sementara kelas bisnis dan eksekutif dapat ditukar di Stasiun Bandung. Perhatikan jam pelayanan loket penukaran tiket, aku mendapatkan pengalaman buruk saat akan menukarkan tiket di KAC. Jika ingin menukar tiket beberapa hari sebelum keberangkatan, lakukanlah di pagi atau siang hari. Aku yang datang sekitar jam 1 siang sudah tidak dilayani lagi. Sementara untuk pagi hari, loket penukaran tiket yang seharusnya buka sebelum jam 5 (karena kereta pertama berangkat jam 6 pagi) baru melayani penukaran tiket sekitar jam 05:15.

jendela yang terluka
Khusus untuk tiket kelas ekonomi, pastikan jadwal keberangkatan anda karena tiket tidak dapat dibatalkan atau dirubah. Harga tiket KAP saat tulisan ini dibuat adalah Rp. 38.000,00 (plus bea pesan, Rp. 6.000,00 untuk pemesanan di Alfamart), tarif parsial tidak lagi berlaku. Artinya, entah anda hanya menumpang sampai Rancaekek atau Gubeng harga yang harus dibayar adalah sama.

Salah satu kebijakan baru PT KAI dalam upayanya untuk lebih "memanusiakan" pelayanan adalah "Semua penumpang harus duduk!" Ini berarti para calon penumpang kelas ekonomi tidak harus berebut tempat duduk dan dapat lebih nyaman menempuh perjalanan. Jadi, kisah-kisah masa lalu tentang betapa sesaknya kereta ekonomi sudah tidak terjadi lagi. Meskipun tentu saja secara teoretis kereta ekonomi tetap "lebih sesak" daripada kelas bisnis, apalagi eksekutif. Satu gerbong kelas ekonomi menampung 106 penumpang (dengan konfigurasi tempat duduk 3-2) sementara  gerbong kelas ekonomi "hanya" mengangkut maksimal 64 penumpang (tempat duduk 2-2).

Kebijakan yang kurang konsisten dilaksanakan adalah larangan bagi pedagang asongan untuk menaiki gerbong kereta. Untuk layanan kereta api Daerah Operasi 2 Bandung (DAOP 2 BDG), aku mengamati bahwa aturan ini cukup ditaati. Sementara keluar dari wilayah Jawa Barat aku mendapati kebijakan tersebut hanya pepesan kosong. Setelah Stasiun Banjar (stasiun paling ujung timur dari DAOP 2 BDG)  misalnya, bukan cuma pedagang asongan yang berkeliaran bebas di gerbong tetapi juga beberapa preman bertato. Meskipun menurutku belum sampai pada tahap gangguan-keamanan-serius, tetap saja hal tersebut mengganggu kenyamanan penumpang. Terlihat belum meratanya peningkatan pelayanan pada semua Daerah Operasi PT KAI.

Prioritas melaju di atas rel diatur menurut kasta kelas sebagai berikut: pertama kelas eksekutif, kedua kelas bisnis dan yang terendah adalah kelas ekonomi. Di Stasiun Maos (Cilacap) misalnya aku mengalami "diskriminasi" ini. KA Pasundan (kelas ekonomi) berhenti di Maos sekitar jam 12 siang, tidak lama kemudian aku melihat KA Lodaya (kelas bisnis dan ekonomi) juga berhenti di rel seberang kami... tidak lama kemudian KA Argo Willis (kelas eksekutif) melaju di rel yang memisahkan Pasundan dan Lodaya. Giliran melaju sesuai harga tiket. Hahaha.

makan siang
Teriakan-teriakan unik para pedagang asongan dan "penampakan" konstan makanan yang dijajakan membuat rasa lapar tak tertahankan lagi. Jam menunjukkan beberapa menit lepas tengah hari. Aku memilih untuk makan siang di gerbong restorasi (restorka) karena kurang nyaman rasanya makan siang sambil berhimpit-himpitan (aku menempati kursi yang menampung 3 pantat orang dewasa... dan alhamdulillah aku kebagian jatah duduk di tengah, kebayang kan repotnya). Menu yang ditawarkan sebenarnya cukup variatif, tetapi karena aku tidak makan mi instan, aku memilih paket nasi rames dan teh manis panas. Nasi (yang ternyata bukan) rames dengan lauk sekerat daging dan telur goreng, ditambah sepercik sayur dan kuah (entah apa) serta kerupuk ditukar dengan uang Rp. 12.000,00 saja... harga yang cukup masuk akal menurutku. (info tambahan: menu yang sama ini harganya beda lho jika disajikan di atas kelas bisnis atau eksekutif). Foto di atas aku ambil saat kereta berhenti sejenak di Stasiun Kroya (Kroya, Cilacap, Jawa Tengah). Untuk urusan isi perut sebenarnya ada lebih banyak pilihan yang ditawarkan (baik di atas maupun di luar gerbong) jika kita menumpang kereta ekonomi, tergantung selera dan tentu saja isi kantong.

bersanding
Salah satu alasan lain kenapa kereta ekonomi "berjalan" lebih lambat daripada kelas lain di atasnya adalah karena kereta ekonomi berhenti di hampir semua stasiun yang dilewati (selain perhentian lain, misalnya ketika berselisih jalan dengan kelas yang lebih tinggi). Secara teoretis ada lebih dari 20 stasiun yang akan kita singgahi jika kita menumpang Pasundan dari KAC ke SGU. Pada setiap stasiun kurang lebih kereta akan berdiam selama sekitar 5 menit atau lebih lama. Petunjuk bahwa kereta akan berhenti cukup lama (seandainya kita ingin turun sejenak dari gerbong yang padat) adalah kru kereta. Perhatikan, jika banyak kru kereta yang turun atau keluar dari gerbong dan duduk-duduk santai di warung-warung (biasanya sambil merokok) itu artinya kereta akan berhenti cukup lama, cukup aman seandainya kita mau berkeliaran sejenak di luar gerbong.

Setelah makan siang kantukpun mulai melanda dan aku tidur-bangun tak terhingga kali sampai akhirnya Pasundan singgah di Stasiun Lempuyangan (Yogyakarta) pada sekitar jam 3 sore dan sejam kemudian berhenti cukup lama sekitar 15 menit di Solo Jebres (Solo). Sepertinya lain kali kembali ke Yogyakarta atau Solo aku kan menumpang Pasundan saja. Perhentian yang cukup lama berikutnya adalah di Stasiun Madiun (pusat DAOP 7) pada sekitar jam 7-an malam, buat pencinta kuliner dapat menjajal nasi pecel di sini, santai saja karena kereta berhenti cukup lama.

Karena langit sudah menggelap, agak sulit untuk menikmati pemandangan di luar kereta. Aku sendiri memilih menghabiskan waktu untuk tidur-tidur singkat yang diselingi cakap-cakap singkat dengan penumpang lain. Kombinasi unik antara tidur dan ngobrol. Volume penumpang mulai berkurang secara perlahan, setelah Madiun sepertinya tidak ada lagi penambahan penumpang dalam perjalanan. Sebagian ada yang turun (secara berurutan) di Nganjuk, Kertosono, Jombang, dan seterusnya sampai Wonokromo (Surabaya). Setelah Wonokromo aku sudah benar-benar terjaga dan siap-siap turun di Gubeng (SGU).

Pasundan mencapai titik SGU sekitar tengah malam, sedikit lebih telat dari jadwal tiba yang seharusnya 23:10 WIB. Sudah tidak sabar rasanya menunggu hari terang dan segera memulai petualangan di Surabaya. Sebelum berangkat aku memiliki dua opsi untuk menunggu pagi, pertama menginap di kamar kos seorang teman atau tidur di kursi stasiun. Karena rasanya pilihan terakhir lebih seru, jadilah aku memutuskan untuk mencari deretan kursi yang masih lowong di ruang tunggu luar SGU. Pilihan terakhir ini sebenarnya cukup beresiko, meskipun semua stasiun dilengkapi dengan penjaga malam tetap saja kita harus berhati-hati. Menjelang subuh suhu udara menurun cukup rendah, ternyata pagi hari di Surabaya dingin juga ya? Atau memang pada dasarnya aku saja yang tidak tahan udara dingin. Hahaha.

Karena Surabaya terletak di ujung timur dari zona waktu WIB, maka matahari sudah cukup terang ketika jam masih menunjukkan angka 5. Aku terbangun dan melihat suasana stasiun sudah cukup ramai, mungkin calon penumpang yang akan menumpang kereta pagi. Wah.. aku harus segera menyiapkan diri untuk mulai berkeliaran... dengan teman baru. Teman baru?

Setelah ini pertualangan masih berlanjut lho. Hari pertama lansung tancap gas jalan kaki keliling kota... ada Monkasel, Montupa, dan...

Ngomong-ngomong... secara umum aku sangat menikmati pengalaman baru menumpang kereta ekonomi jarak jauh. Tidak kapok dan berjanji pada lain kesempatan akan kembali menggunakan jasa kereta ekonomi, tentu saja dengan persiapan yang lebih baik, khususnya soal makanan. Hahaha. Dan karena ini adalah perjalanan jauh, mungkin akan lebih menyenangkan bila dijalani bersama teman. Tidak berarti kita akan kesepian seandainya berjalan sendiri (karena di atas kereta pasti kita akan membuat pertemanan atau paling tidak percakapan baru dengan penumpang lain) tetapi bercakap-cakap dengan teman yang lebih dekat tentu lebih nyaman. Bersama teman kita juga dapat saling menjaga, seandainya kita membawa barang berharga dalam perjalanan.

Tips singkat dariku adalah memakai kaos dan celana yang nyaman, berpenampilan sederhana sepertinya akan lebih aman dari ancaman kejahatan. Siapkan tiket dan uang secukupnya di kantung yang gampang diraih, supaya kita tidak perlu sering-sering mengeluarkan dompet. Barang paling mahal yang aku bawa hanya sebuah kamera dijital dan ponsel, nilainya tidak lebih dari satu juta rupiah. Pelancong kere sepertiku juga tidak membawa uang banyak, bahkan total pengeluranku selama sekitar 5 hari di Surabaya kurang dari 500 ribu rupiah lho (termasuk tiket pulang-pergi, makan-minum dan lain-lain, pokoknya semuanya!)

bersambung....