07 Oktober 2011

Paul Ekman dan Dalai Lama

memaafkan tapi tidak melupakan... dulu, menurutku ini adalah ungkapan yang gak konsisten. bagaimana bisa kita memaafkan seseorang tetapi tidak melupakannya. artinya gak tulus kan? (pengalaman pribadi) setelah membuat kesalahan dan menyadarinya, kemudian dengan tulus meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat... tidakkah seseorang punya hak untuk dimaafkan. tetapi maaf yang diberikan menjadi hambar karena tidak disertai dengan "melupakan." kesalahan masa lalu menjadi bayangan yang selalu menyertai sang pelaku. menurutku ini jenis maaf yang gak tulus, jadi sama aja dengan tidak pernah memaafkan. (oke, isi paragraf ini emang semi-curhat :D).

tapi ternyata aku salah. aku baru menyadari bahwa ternyata memaafkan emang tidak berarti kita melupakan. aku juga gak sepenuhnya salah (gak mau ngalah :D) karena memaafkan emang harus tulus dan tidak menjadi dendam.
aku sendiri dengan malu harus mengakui kalo aku memiliki kecenderungan pendendam yang gigih. salah satu sifat buruk yang aku miliki, meskipun aku gak pernah berhenti berupaya dan usaha untuk memperbaikinya sepanjang waktu. (gini nih akibatnya kalo ngetik sambil ngelamun... jadilah curhat colongan :D) sekian dulu deh foreplay-nya.... :D

oke deh... barusan aku nemu dan nonton salah satu rekaman (semacam) sesi diskusi yang melibatkan Paul Ekman (tokoh yang lagi populer di kepalaku :D). nah ada tuh ditampilkan (lebih tepatnya didengarkan) cuplikan rekaman salah satu wawancara dia dengan Dalai Lama. (sekali lagi) karena keterbatasan dalam english-ku, maaf kalo ada salah tafsir. yang jadi perhatian utamaku adalah pembicaraan mereka seputar topik "anger"

(yang aku denger gini) tipikal cara berpikir umat Budha, menurutku dan ini wajar aja :D... Dalai Lama mengatakan bahwa jika kita menyimpan dendam kita akan semakin menderita, perbuatan memaafkan akan memberikan keringanan hati. aku setuju banget dengan mengutamakan sifat pemaaf dalam kehidupan sehari-hari. aku juga setuju dengan memaafkan kita akan menjadi lebih dekat dengan bahagia dan memiliki lebih banyak energi, maaf yang tulus tentu saja.

tapi... memaafkan tidak berarti melupakan kesalahan yang dibuat. tapi (juga) memaafkan tidak berarti kita menyimpan perasaan negatif terhadap orang yang bersalah. jadi memaafkan tuh tidak menghilangkan unsur tanggung jawab, ada konsekuensi dari setiap tindakan. karena kalo kita melupakan kesalahan dan akibatnya unsur tanggung jawab menjadi hilang, maka bagaimana kita bisa berharap seseorang akan berubah (menjadi yang lebih baik, belajar dari kesalahan).

perbuatan memaafkan berarti kita memisahkan antara "actor" dan "action"... kita memaafkan seseorang, tapi kita boleh marah terhadap kesalahan yang diperbuat. yang aku tau, ini baik sekali bila sudah dimulai sejak usia dini. anak-anak misalnya, harus tetap disayangi lebih-lebih ketika berbuat kesalahan, tetapi tetap harus diberi pengertian bahwa apa yang dia perbuat adalah salah. "hukuman" yang dianjurkan untuk didahulukan adalah mengurangi "reward" atau kenikmatan, daripada yang berupa "punishment" apalagi berupa siksaan. misalnya lebih baik mengurangi jatah jajan daripada memukul pantat atau menuruh berdiri selama beberapa waktu. btw, ini contoh aku buat sendiri ya :D kalo Dalai Lama, dia mencontohkan sikap beliau yang memaafkan pemerintah China. dia bahkan menghalalkan kekuatan (atau kekerasan) untuk menghentikan perbuatan salah bila diperlukan. dalam istilah Paul Ekman, sikap ini disebut sebagai "constructive anger." jadi kita tidak berusaha menyakiti seseorang tetapi fokus pada menghentikan perbuatannya. karena hanya bila memiliki belas kasih kepada pelaku, maka dia akan menghentikan perbuatannya.

Paul Ekman bercerita bahwa seorang ahli yang lain memiliki pendapat yang serupa bahwa kita harus memisahkan antara pelaku dan perbuatan, bahwa kita harus memfokuskan marah kita kepada "perbuatan" bukan pada "pelaku." menurutku, ini juga sesuai banget dengan cita-cita luhur O-sensei dalam Aikido. meskipun tidak mengetahui dengan pasti... aku juga berani mengatakan bahwa prinsip ini berlaku dalam hampir semua ajaran agama dan diterapkan oleh banyak individu-individu istimewa lainnya dari belahan dunia manapun.

weleh-weleh... ngetik posting ini aja udah bikin kepalaku jadi berat :D perbuatan baik seharusnya tidak membebani orang yang baik. meskipun berat dan memusingkan aku berharap besar bisa nerapin ini buat diri aku sendiri :) kalo ada teman-teman yang terinspirasi untuk berubah, itu lebih baik lagi. ok, sebelum pusingnya makin larut... sampai ketemu lagi deh.

Tidak ada komentar: