"Apalah artinya memuja langit, tapi membiarkan darah mengotori bumi…."
ini sebaris kalimat yang banyak dikutip oleh teman-temanku yang sudah membaca dan merekomendasikan cerpen ini, dan juga jadi kutipan favoritku (meskipun masih banyak juga baris-baris kalimat cerdar lain yang juga provokatif)... cerpen emang hakikatnya pendek :D tapi gak berarti maknanya juga jadi sempit. Ya Tuhan, kapan ya aku bisa nulis kayak mereka-mereka ini para punggawa-sastra Indonesia.
aku pernah ketemu SGA, melihat tepatnya :D karena kami tidak berkenalan, dalam sebuah acara sastra di Unpad beberapa tahun yang lalu. kalo ketemu lagi, mungkin akan minta tanda-tangan dan foto-bareng, trus langsung upload foto-narsis lengkap dengan pose telunjuk-jari tengah-membentuk-huruf-V :D
ok serius nih... di luar teks yang berlatar papua ini, kita bisa mengamati ada banyak pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. nah yang paling berkesan buatku emang yang satu ini.. soal kesolehan, soal Agama, soal Tuhan.
di negara kita ini mayoritas penduduknya beragama Islam. bahkan di beberapa daerah kantung penduduk-agama-minoritas, biasanya kita bisa aja ketemu dengan pak Haji atau bu Hajjah. tapi segitu banyaknya penduduk yang sudah pergi ke Mekkah, baik yang haji maupun umrah, ternyata tidak begitu berdampak signifikan terhadap perkembangan kedamaian di bumi pertiwi ini. Islam seharusnya membawa berkah dan damai bagi semua manusia.
aku pernah bimbang soal percaya atau tidak percaya pada Tuhan, alhamdulillah akhirnya aku bisa bilang kalo aku cenderung pada opsi pertama :D tapi aku juga pernah ragu soal agama dan kepercayaan, dan syukurlah semakin lama aku hidup semakin besar juga ketidak-percayaan aku pada institusi agama dan organ-organnya :)
aku gak bermaksud berceramah atau berkhutbah karena aku bukan ahlinya... aku juga tidak merasa berhak. tapi sebagai manusia, aku punya hak untuk menceritakan ke-manusia-an versi aku kan? :) nah karena aku percaya bahwa sebagian besar "agama" yang dibicarakan di TV dan aku temui di masjid-masjid atau majelis-majelis atau di pasar dan di pinggir jalan adalah buatan manusia, boleh dong aku komentari :D
di negara kita ini sederhana aja, dengan logika awam... departeman agama tuh adalah salah satu institusi negara kita yang paling rawan korupsi! wah apa kata Tuhan ya? :D aku gak punya data yang valid, tapi aku percaya banyak banget pemimpin daerah (khususnya Kota/Kabupaten dan Propinsi) yang bergelar Haji dan atau beragama Islam. dan ada banyak pula para pemimpin daerah ini yang setelah lewat masa jabatannya harus meringkuk di penjara karena kasus korupsi, atau paling tidak sempat diseret ke meja hijau dengan dugaan kasus korupsi (meskipun akhirnya dengan akal bulusnya bisa lolos dari jeratan hukum dengan mulus).
apapun alasannya... kekerasan seharusnya jadi jalan terakhir. darah itu gak murah! darah itu bukan produk curah! darah gak boleh tercecer dengan mudah!
tapi kenapa semakin ke sini semakin mudah kita amati pertunjukan kekerasan terjadi di mana-mana di negeri tercinta ini. pelaku kekerasan bisa jadi sangan beragam dari berbagai status demografis. kekerasan (baik pelaku, maupun korban) sudah tidak pandang bulu lagi. nah yang paling memilukan adalah kekerasan karena alasan agama! apalah artinya memuja langit, tapi membiarkan darah mengotori bumi?
sulit bagi aku untuk menalar kekerasan yang disebabkan oleh agama... setauku, yang tidak tau banyak soal syariah ini, agama tuh banyak mengajarkan cinta-kasih-sesama. setauku agama tuh tidak hanya berdimensi vertikal tapi juga horizontal. saleh itu bukan cuma nama tetangga sebelah rumah :D saleh itu bukan cuma untuk Tuhan, tapi juga bermakna sosial. kalo manusia adalah ciptaan Tuhan, kalo ciptaan sedikit banyak adalah refleksi dari Pencipta... tidak kah menghinakan ciptaan, merendahkan ciptaan, melecehkan ciptaan, menumpahkan darah ciptaan, adalah juga penghinaan serupa kepada Pencipta?
sepertinya Surga akan menjadi tempat yang sepi :)
nb: membaca cerpen ini pas juga dengan semangat lirik dalam "Luka Indonesia" - Superman is Dead...
ini sebaris kalimat yang banyak dikutip oleh teman-temanku yang sudah membaca dan merekomendasikan cerpen ini, dan juga jadi kutipan favoritku (meskipun masih banyak juga baris-baris kalimat cerdar lain yang juga provokatif)... cerpen emang hakikatnya pendek :D tapi gak berarti maknanya juga jadi sempit. Ya Tuhan, kapan ya aku bisa nulis kayak mereka-mereka ini para punggawa-sastra Indonesia.
aku pernah ketemu SGA, melihat tepatnya :D karena kami tidak berkenalan, dalam sebuah acara sastra di Unpad beberapa tahun yang lalu. kalo ketemu lagi, mungkin akan minta tanda-tangan dan foto-bareng, trus langsung upload foto-narsis lengkap dengan pose telunjuk-jari tengah-membentuk-huruf-V :D
ok serius nih... di luar teks yang berlatar papua ini, kita bisa mengamati ada banyak pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. nah yang paling berkesan buatku emang yang satu ini.. soal kesolehan, soal Agama, soal Tuhan.
di negara kita ini mayoritas penduduknya beragama Islam. bahkan di beberapa daerah kantung penduduk-agama-minoritas, biasanya kita bisa aja ketemu dengan pak Haji atau bu Hajjah. tapi segitu banyaknya penduduk yang sudah pergi ke Mekkah, baik yang haji maupun umrah, ternyata tidak begitu berdampak signifikan terhadap perkembangan kedamaian di bumi pertiwi ini. Islam seharusnya membawa berkah dan damai bagi semua manusia.
aku pernah bimbang soal percaya atau tidak percaya pada Tuhan, alhamdulillah akhirnya aku bisa bilang kalo aku cenderung pada opsi pertama :D tapi aku juga pernah ragu soal agama dan kepercayaan, dan syukurlah semakin lama aku hidup semakin besar juga ketidak-percayaan aku pada institusi agama dan organ-organnya :)
aku gak bermaksud berceramah atau berkhutbah karena aku bukan ahlinya... aku juga tidak merasa berhak. tapi sebagai manusia, aku punya hak untuk menceritakan ke-manusia-an versi aku kan? :) nah karena aku percaya bahwa sebagian besar "agama" yang dibicarakan di TV dan aku temui di masjid-masjid atau majelis-majelis atau di pasar dan di pinggir jalan adalah buatan manusia, boleh dong aku komentari :D
di negara kita ini sederhana aja, dengan logika awam... departeman agama tuh adalah salah satu institusi negara kita yang paling rawan korupsi! wah apa kata Tuhan ya? :D aku gak punya data yang valid, tapi aku percaya banyak banget pemimpin daerah (khususnya Kota/Kabupaten dan Propinsi) yang bergelar Haji dan atau beragama Islam. dan ada banyak pula para pemimpin daerah ini yang setelah lewat masa jabatannya harus meringkuk di penjara karena kasus korupsi, atau paling tidak sempat diseret ke meja hijau dengan dugaan kasus korupsi (meskipun akhirnya dengan akal bulusnya bisa lolos dari jeratan hukum dengan mulus).
apapun alasannya... kekerasan seharusnya jadi jalan terakhir. darah itu gak murah! darah itu bukan produk curah! darah gak boleh tercecer dengan mudah!
tapi kenapa semakin ke sini semakin mudah kita amati pertunjukan kekerasan terjadi di mana-mana di negeri tercinta ini. pelaku kekerasan bisa jadi sangan beragam dari berbagai status demografis. kekerasan (baik pelaku, maupun korban) sudah tidak pandang bulu lagi. nah yang paling memilukan adalah kekerasan karena alasan agama! apalah artinya memuja langit, tapi membiarkan darah mengotori bumi?
sulit bagi aku untuk menalar kekerasan yang disebabkan oleh agama... setauku, yang tidak tau banyak soal syariah ini, agama tuh banyak mengajarkan cinta-kasih-sesama. setauku agama tuh tidak hanya berdimensi vertikal tapi juga horizontal. saleh itu bukan cuma nama tetangga sebelah rumah :D saleh itu bukan cuma untuk Tuhan, tapi juga bermakna sosial. kalo manusia adalah ciptaan Tuhan, kalo ciptaan sedikit banyak adalah refleksi dari Pencipta... tidak kah menghinakan ciptaan, merendahkan ciptaan, melecehkan ciptaan, menumpahkan darah ciptaan, adalah juga penghinaan serupa kepada Pencipta?
sepertinya Surga akan menjadi tempat yang sepi :)
nb: membaca cerpen ini pas juga dengan semangat lirik dalam "Luka Indonesia" - Superman is Dead...
satu nusa satu bangsa, satu nusa saling mangsa
satu nusa satu bangsa, cukup sudah saling mangsa...
satu nusa satu bangsa, cukup sudah saling mangsa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar