16 Mei 2011

puisi Taufiq Ismail 66&98

Karangan Bunga

Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke Salemba Sore itu

‘Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati Siang tadi.’


Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya

“Tadi siang ada yang mati, Dan yang mengantar banyak sekali Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus! Sampai bensin juga turun harganya Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula Mereka kehausan dalam panas bukan main Terbakar muka di atas truk terbuka Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu Biarlah sepuluh ikat juga Memang sudah rezeki mereka Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan Seperti anak-anak kecil “Hidup tukang rambutan! Hidup tukang rambutan!” Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya Dan ada yang turun dari truk, bu Mengejar dan menyalami saya “Hidup pak rambutan!” sorak mereka Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar “Hidup pak rambutan!” sorak mereka “Terima kasih, pak, terima kasih! Bapak setuju kami, bukan?” Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara “Doakan perjuangan kami, pak,” Mereka naik truk kembali Masih meneriakkan terima kasih mereka “Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!” Saya tersedu, bu. Saya tersedu Belum pernah seumur hidup Orang berterima-kasih begitu jujurnya Pada orang kecil seperti kita.

(1966, dalam kumpulan puisi Tirani karya Taufiq Ismail)

ini adalah dua puisi yang aku maksud dalam posting sebelumnya. puisi-puisi dengan kalimat-kalimat yang sederhana, sehingga gampang dicerna (dan dikenang) oleh banyak orang. kesederhanaan yang mampu membuat air mata menitik. puisi yang juga mampu menjadi catatan sejarah yang tidak hanya mencatat peristiwa, tetapi juga emosi-emosi yang terlibat di dalamnya.

aku bukan penggemar berat Taufiq Ismail :p tapi buat teman-teman yang ingin tau lebih banyak silahkan mengunjungi www.taufiqismail.com

sebenarnya pada tahun 98, beliau pun mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam puisi. salah satu puisi menghubungkan 66 dan 98 dengan indah (bahkan konon, mengilhami Amien Rais dalam menyusun pidato pengukuhan Guru Besar pada Fisipol UGM, 10 April 99) (Taufiq Ismail: Karya dan Dunianya, Grasindo, 2005, hal 98)

Takut '66, Takut '98

Mahasiswa takut pada dosen

Dosen takut pada dekan

Dekan takut pada rektor

Rektor takut pada menteri

Menteri takut pada presiden

Presiden takut pada mahasiswa.

(1998, dalam kumpulan puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufiq Ismail)

Tidak ada komentar: