pasti sering denger nih ungkapan semacam ini... misalnya ditawarin mau minum atau makan apa jawabnya "terserah" atau dimintai bantuan jawabnya "bebas" ... ini salah dua jawaban yang menyebalkanku...
aku ingin sekali menjadi pribadi yang asertif. aku ingin selalu bisa mengatakan apa yang aku mau dengan terbuka. aku ingin jadi diri sendiri dengan tidak memakai topeng basa-basi. aku ingin jujur dengan diri aku sendiri.
aku tahu kalo apa yang aku mau lakukan ini tidak sesederhana yang aku bayangkan, tapi juga bukan sesuatu hal yang tidak mungkin. hambatan terbesar pastinya akan datang dari dalam diri sendiri. tidak mudah menjadi pribadi yang terbuka. terpaan norma ketimuran yang intens selama hidupku sudah membangun semacam karakter yang banyak menolak keterbukaan. aku juga terbiasa untuk berbohong dengan diri sendiri atau paling tidak berusaha menutup-nutupi perasaan atau menekan ekspresi demi menjaga kesopanan.
padahal kita tahu sendiri apa yang terjadi di negara kita yang "penuh sopan-santun" ini. kita, sebagai sebagai bangsa, lebih sibuk dan repot memikirkan apakah bikini dua helai layak dipakai oleh seorang putri indonesia. anggota badan anggaran juga merasa lebih terganggu kemaluannya (bukan kehormatannya, karena menurut ku mereka udah gak punya itu lagi) dengan "kekurangajarannya" KPK yang memanggil mereka secara kolektif daripada memandang ini sebagai proses yang dapat membantu terungkapnya sebuah kasus korupsi. jaman orde baru lebih parah lagi. presiden saat itu (yang kebetulan orang jawa) banyak sekali memakai ungkapan-ungkapan dalam bahasa jawa yang menurut saya lebih mengutamakan kesopanan dan ketentraman daripada kebenaran yang kadang menyakitkan. banyak basa-basi politis. sederhananya aja basa-basi nilai rupiah dan hutang yang dibalut nama hibah. alhasil saat ini bahkan setiap anak indonesia yang belum lahir dari rahim ibunya sudah menanggung hutang negara akibat kkn yang terjadi jauh sebelum dia dilahirkan.
yang aku tahu, ini juga sebenernya menjadi budaya hampir semua bangsa timur. waktu kuliah dulu aku pernah baca buku yang judulnya kalo gak salah "japan who can say no" yang kira-kira isinya adalah otokritik terhadap budaya jepang yang terlalu banyak basa-basi. dalam sebuah dokumenter aku juga pernah mendengar alasan kenapa perempuan jepang dahulu menggambar alis yang tinggi pada dahinya, alasannya adalah supaya ekspresi muka mereka itu tidak terlalu mencolok, alias dingin-dingin aja. padahal yang aku tahu sekarang adalah (setelah membaca ekman) bahwa ekspresi muka adalah salah satu gerbang kejujuran yang paling utama. kalo kita sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran kenapa kebebasan berekspresi kita harus dibatasi.
baru-baru ini aku juga mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan (pasal karet nih kalo di UU kita :D)... sebagai individu yang berusaha untuk lebih asertif, aku merasa dibatasi keinginanku untuk mengekspresikan selera humorku dan keinginan untuk mengungkap fakta. selera humor menurutku adalah salah satu karakter unikku, salah satu jadi diriku yang dahulu sering aku pendam. aku gak bilang aku pribadi yang lucu, tapi aku senang berusaha untuk mengungkapkan suatu pesan dengan selimut humor. aku juga merasa bahwa kebenaran adalah hak semua orang yang berkepentingan. definisi yang berkepentingan inilah yang tidak bisa diterima oleh semua orang. beberapa orang merasa bahwa beberapa fakta lebih baik tidak diketahui oleh khalayak, sementara aku berpikir sebaliknya. ehm... karena ini adalah pekerjaan sukarela, aku memilih untuk mengundurkan diri :)
aku emang bisa jadi sangat keras kepala dalam beberapa hal dan juga sangat lentur dalam hal yang lain. tapi ini manusiawi kan :) karena aku gak mau memaksa semua orang untuk menjadi pribadi yang mirip dengan aku, aku memilih untuk tidak mau bekerja sama dengan orang-orang yang menurutku tidak menciptakan situasi yang kondusif bagi suatu keberhasilan. mungkin ini juga alasan kenapa aku seringkali kesulitan bekerja di bawah otoritas tertentu yang cenderung membatasi kebebasan ekspresi, atau dalam suasana atasan-bawahan yang kental.
seperti biasa... sebelum keluhan ini bertambah panjang :D
aku percaya bahwa ada cara-cara yang baik dalam mengungkapkan kebenaran. aku juga percaya bahwa ada cara-cara yang baik juga dalam berekspresi, dengan tetap berusaha untuk sopan. tapi jangan sampai hal-hal yang normatif ini membuat kita menjadi pribadi yang palsu. tari topeng cukup dinikmati jangan dibawa mati.
dan meskipun menjunjung tinggi nilai kebebasan, aku juga percaya dengan tanggung jawab lho :) jadi jangan asal bebas aja... jangan asal bacot juga :D
2 komentar:
berikut referensi tentang ber perilaku asertif :
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1240/1/10507299.pdf
terima kasih mas Dimaz Julio! :)
Posting Komentar