22 Desember 2011

intermission: negara-impor

ini mo ngutip penjelasan Andreas Dwi Santoso, dosen Institut Pertanian Bogor, dalam Media Indonesia (22 Desember 2011) yang menyoroti kondisi impor pangan yang mengkhawatirkan. "Sekitar 70% sarapan berasal dari produk impor, makan siang 30% hingga 40%, kudapan 50%-90%, dan makan malam 20%-40%. Diversifikasi digalakkan tapi yang terjadi rotinisasi. Infrastruktur pemberdayaan pangan tidak ada karena dibangun untuk gandum," jelasnya. (FYI kita tidak bisa menanam gandum dan nilai impor gandum selama pemerintahan SBY terus meningkat tiap tahunnya, dari okezone.com)

masih dari koran yang sama tapi artikel yang berbeda seputar pengadaan beras dari dalam dan luar negeri. bagian ini menjelaskan bahwa realisasi importasi beras di 2011 mencapai 1,9 juta ton. sementara realisasi pengadaan beras dalam negeri hingga akhir tahun ini sudah mencapai 1,75 juta ton.

pun konsumsi kedelai di negara kita masih tergantung pada impor. Data BPS menyebutkan pada tahun 2010 paling tidak Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 1,7 juta ton. tiap tahun negara kita rata-rata membutuhkan 2,3 juta ton kedelai untuk pelbagai kebutuhan (termasuk untuk produksi tahu/tempe sebanyak 1,6 juta ton). sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 800-900 ribu ton. (duniaindustri.com)

menurut data dari Soeharto Center (gak berarti aku kangen dengan almarhum beliau ini ya :D cuma nyari data pembanding aja) Indonesia berhasil berswasembada beras pada tahun 1984, dengan produksi mencapai 25,8 juta ton. bahkan bangsa kita menyumbangkan gabah sebanyak 100 ribu ton kepada FAO untuk membantu warga dunia yang kelaparan, khususnya di Afrika. bulan juli 1986 FAO mengganjar Soeharto dengan medali emas FAO sebagai penghargaan atas keberhasilan ini. (tidak juga bermaksud menghubung-hubungkan antara ketahaanan pangan dan swasembada beras lho :) )

ada banyak sumber karbohidrat selain nasi :) semua orang juga tau. tapi tidak mudah mengubah pola pikir sebagian besar masyarakat kita yang penggemar berat nasi, kalo gak makan nasi kayaknya belum pas kenyangnya :D. meskipun demikian, aku percaya kalo saat ini sudah ada lebih banyak orang Indonesia yang paling tidak sudah berusaha mengurangi konsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat utama. tapi ternyata produk pangan yang lain pun tidak luput dari serangan produk impor.

aku sendiri (kecuali kalo lagi mudik :D ayah-ibu ku gak bisa gak makan nasi) sejak beberapa waktu ini sudah mengurangi konsumsi nasi dan banyak beralih ke roti dan mie (bukan mie instan ya, aku dah ampir 2 tahun gak makan mie jenis ini). tapi ternyata ini bukan pilihan yang sepenuhnya baik juga karena semua gandum adalah impor. tapi aku gak liat ada pilihan lain sumber karbohidrat yang mudah (dan murah) untuk diakses.

sebagai penggemar berat tahu dan tempe goreng aku juga gak punya pilihan lain. logikanya aja, kalo semua produk kedelai lokal dibikin jadi tempe dan atau tahu itupun masih belum cukup. jadi dalam tiap keping gorengan yang aku makan patut diduga sebagian mengandung kedelai impor.

ini baru produk pangan... dengan populasi 235 juta jiwa, negara kita nih target pasar potensial banget bagi negara-negara asing untuk segala jenis produk. pertumbuhan jumlah warga kelas menengah dengan pergeseran gaya hidupnya, kelas menengah membutuhkan simbol status kehidupan yang biasanya berupa produk-produk baru. kalo gak percaya liat aja deh di pusat-pusat perbelanjaan yang ada di kota kamu.

fakta lain, tahun ini sudah ada 152 waralaba asing yang masuk ke Indonesia. (Kompas 17 desember 2011). data dari Asosiasi Franchise Indonesia menyatakan bahwa kontribusi besar terhadap omset waralaba adalah makanan dan minuman.

gimana solusinya ya? ... wah meskipun waktu kuliah aku pernah divonis punya tingkat kecerdasan di atas rata-rata (yang sedihnya tidak membuat aku lulus kuliah lebih cepat :D) terus-terang aku gak kepikiran tuh. lebih tepatnya, tidak mengalokasikan sumber daya pikiran yang aku punya untuk mikirin soal itu lebih banyak :D jadi cuma bisa bikin tulisan ini aja yang ngerampok data dari banyak sumber.

mungkin satu-satunya produk ekspor kita yang cenderung meningkat dan menyumbang devisa paling besar adalah manusia-Indonesia (khususnya wanita)! ironisnya adalah para pahlawan devisa ini pun diperlakukan tidak lebih dari sekedar "barang" dan bukan manusia oleh pemerintah kita sendiri.

wah sebelum mengeluh semakin jauh... kepala juga udah pusing natap monitor ini :D
selamat malam teman... tetap hidup optimis! tetap optimis dengan mimpi-mimpi kita! usahakan untuk selalu belanja produk lokal di warung atau waralaba lokal ya!

Tidak ada komentar: